Terus terang saya berlatar belakang pendidikan non perbankan dan bisa dikatakan ga ada hubungannya sama sekali dengan perbankan. Lha kok?
Tapi itulah takdir, sy awalnya melamar di beberapa perusahaan non perbankan, tapi tidak diterima. Dan alhamdulillah, sy akhirnya diterima sebagai karyawan di sebuah bank syariah sebagai management trainee. Jadi, saya belajar dunia perbankan baru setelah saya bergabung di bank syariah tersebut. Sama sekali ilmu yang berbeda dengan latar belakang pendidikan saya di bidang science, lebih tepatnya agrometeorologi (ilmu yang mempelajari hubungan antara iklim dengan pertanian).
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai mengetahui dan mengerti sedikit demi sedikit dunia perbankan dan perbankan syariah. Ternyata yang cukup berperan dalam dunia perbankan adalah kemampuan rasionalitas (logika) kita. Ada kemiripan yang saya temukan antara dunia agrometeorologi (latar pendidikan saya) dengan dunia perbankan khususnya saya sebagai analis pembiayaan. Keduanya ternyata sama-sama menganalisa neraca. Bidang yang pertama neraca air dan yang kedua neraca uang ataupun cash flow … Logika keduanya tidak jauh berbeda. Yaitu sama-sama menghitung kapan terjadi defisit air atau defisit uang…hehe. So, ada juga ilmu saya yang kepake.
Lalu, apa enaknya jadi karyawan bank syariah? Yang jelas pergi pagi, jam 7.45 harus nyampe kantor, pulang paling cepat jam 17, dan ga jarang pulang isya’ atau lebih dari itu. Tapi sabtu minggu libur…
Kalau profesinya seperti saya (account officer) yaitu bagian analisa pembiayaan, yang banyak terus terang ilmunya…di situ saya bisa belajar ilmu manajemen, hukum, psikologi, pemasaran, keuangan, dan yang pasti perbankan syariah itu sendiri. Banyak kan? jadi kunci supaya bisa menikmati pekerjaan di bank adalah visi kita. Kalau motivasi kita hanya sekedar untuk cari uang, maka menurut saya rugi, kurang sebanding antara kerja keras kita dan imbalan materinya. Motivasi saya bekerja di bank syariah selain berbuat ‘sesuatu’ untuk negeriku tercinta ini, adalah saya ingin belajar…belajar sambil berpenghasilan…hehe.
Yang lebih penting dari itu, adalah bahwa seorang karyawan bank syariah wajib memiliki integritas dan kompetensi. Kerja di bank, baik konvensional maupun syariah itu berisiko besar, sampai-sampai dikatakan sejak kita bekerja di bank, maka sejak saat itulah salah satu kaki kita sudah berada di penjara. Na’udzu billaahi min dzaalika. Integritas yang berarti adalah kejujuran dan kedisiplinan serta kompetensi adalah dua hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal itu karena yang diurus atau yang menjadi bisnis utamanya adalah titipan atau amanah dari umat. Ketika suatu bank sudah tidak dipercaya lagi, maka bank tersebut tinggal menunggu tanggal tutup saja karena bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Kita menyerahkan uang kita ke bank dan bank ‘menukar’ dengan selembar kertas/buku. Kok kita mau? Karena kita percaya kepada bank.
Kerja di bank adalah kerja penuh dengan risiko. Karena itu ada ujian sertifikasi manajemen risiko untuk seorang banker. Bekerja di bank pada intinya adalah berkenaan dengan seni memitigasi risiko. Jadi kita diharuskan memiliki imajinasi yang kuat dan kemampuan berpikir menyeluruh terhadap satu persoalan. Terkait dengan risiko itulah di bank harus dicamkan betul dalam benak masing-masing karyawannya mengenai aspek prudensialitas (kehati-hatian).
Lebih khusus ketika bekerja di bank syariah adalah aspek kehalalan dan ketenangannya. Meskipun saya tidak dapat menjamin bahwa keseluruhan transaksinya sudah 100 % sesuai syariah (mungkin tidak ada seorangpun yang dapat menjaminnya), namun yang jelas, bahwa transaksi2 yang ada di bank syariah selalu didasarkan atas fatwa yang dibuat oleh dewan syariah nasional kita. dan kita bisa meniatkan bekerja di bank syariah sebagai salah satu upaya kita untuk menegakkan kalimat yang haq di muka bumi ini.
Itulah sedikit gambaran bekerja di perbankan syariah, cukup menantang bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar