Potensi perbankan Syariah di Indonesia cukup besar, namun asetnya masih terbilang kecil. Total aset perbankan syariah pada November 2011 mencapai Rp135,9 triliun atau naik Rp35,64 triliun (35,55 persen) dibanding tahun 2010 sebesar Rp100,26 triliun. Angka itu mencerminkan sekitar 4 persen dari total aset industri perbankan.
Apa tantangan perkembangan bank syariah ke depan? VIVAnews.com mewawancarai Direktur Utama Bank Muamalat, Arviyan Arifin, di ruangan kerjanya beberapa waktu lalu. Berikut petikannya.
Potensi bank syariah besar, mengapa pertumbuhan di Indonesia jauh lebih lambat dibanding Malaysia?
Ya memang kalau perbankan syariah secara nasional itu di bawah 5 persen dibanding seluruh industri perbankan. Bandingkan dengan negara lain yang sekitar 16 persen, kita paling kecil. Kenapa lambat? Ini kan industri baru, kalau dibandingkan bank konvensional susah ya. Karena ini baru, kami perlu sosialisasi.
Bank Muamalat sebagai yang pertama merasakan prosesnya, sosialisasinya, dan pemerintah membantu sosialisasinya. Setelah ada UU Syariah, UU tentang Sukuk, kemudian BI mulai membentuk Dewan Syariah. Pertumbuhan syariah itu mulai cepat karena infrastruktur bagus.
Jumlah bank umum syariah ada 6 atau 7 dengan Muamalat sendiri, kemudian bank konvensional, yang memiliki divisi syariah, sudah puluhan lebih. Hampir semua bank konvensional membuka bank syariah karena mereka melihat ada market di situ.
Bagaimana pertumbuhannya dibanding bank konvensional?
Kalau dari pertumbuhan, bank konvensional tumbuh 18 persen, sedangkan syariah tumbuh 30 hingga 36 persen. Dan memang pertumbuhannya agresif dibandingkan yang konvensional. Ini mencerminkan kalau pasarnya masih besar.
Pasar bank syariah belum besar karena selama ini promosinya melalui pendekatan agama?
Dulu Bank Muamalat mungkin lebih banyak mengedukasi melalui itu (agama), bank halal, bagini, begitu. Jualan itu sudah nggak bisa lagi sekarang.
Setelah dilakukan penelitian, masyarakat dalam memilih produk bank yang emosional itu tidak banyak. Yang ber-banking emosional, kecil. Jika rasional dia pindah ke bank lain. Akhirnya sekarang ini kami tidak bisa melakukan sosialisasi secara berbeda. Kampanyenya harus sama dengan bank konvensional, layanannya sama. Yang membedakan ini sesuai nilai syariah. Samanya dulu yang dijual.
Bagaimana persaingan bank syariah?
Saya merasa tidak ada persaingan, tidak ketat, karena pasar masih 5 persen. Kalau saya bilang ke para pegawai, bank syariah yang lain itu bukan pesaing, tapi partner kita.
Sama kayak kita ke Tanah Abang, jual baju semua, tapi dia hidup kan. Tapi misalnya baju ini kita jual ke Glodok misalnya, pasti tidak laku. Kita tak bersaing dengan bank syariah karena pasar besar. Kalau layanannya sama dengan bank konvensional itu akan lebih mendapatkan pasar.
Kini dikenal adanya gadai syariah, bagaimana dengan Bank Muamalat?
Nggak, kami nggak masuk ke sana. Itu memerlukan operasionalisasi prosedur luar bisa. Lebih spesifik transaksi gadai itu. Saya tak terlalu yakin gadai emas itu. Kadang bisa jadi trader aja, pakai dari surat dari Antam aja bisa. Itu menyalahi prinsip syariah. UU syariah perbankan boleh menjual produk bukan perbankan, misalnya gadai, leasing.
Apa rencana Bank Muamalat tahun ini?
Untuk menghadapi persaingan, kami akan perkuat dari sisi internal, beberapa infrastruktur, antara lain IT, kami perbaiki. Kami akan buka cabang sehingga menjadi 570 cabang. Saat ini ada 420 cabang.
Tahun ini kami akan merekrut karyawan 1.700 orang. Kami juga akan memperbaiki ATM yang saat ini ada 500, dan akan terus kami tambah lagi. Dari sisi produk, kami akan meluncurkan Tabungan Haji Arafah dan kartu visa yang bisa dipakai di seluruh dunia.
Dalam rangka ulang tahun ke 20, kami juga akan melakukan rebranding, untuk me-refresh ke masyarakat bahwa kami sudah melakukan perbaikan IT, SDM dan lain-lain. Tujuan rebranding lebih inklusif. Meski kami tak pernah ekslusif, tapi kami ingin menunjukkan bahwa Bank Muamalat untuk semua.
Berapa target pertumbuhan tahun ini?
Pertumbuhan 50 persen, aset, kredit. Kalau rata-rata bank konvensional 15-20 persen, tapi mereka basisnya kan sudah besar.
Saat ini berapa aset Bank Muamalat?
Sekarang Rp30 triliun per Desember, naik Rp10 triliun dibanding tahun 2010 sebesar Rp21 triliun.
Apa aksi korporasi Bank Muamalat?
Ada aksi korporasi yang akan dilakukan untuk memperkuat modal. Jika mengandalkan dari laba memang terbatas, dan salah satu caranya ya harus ada setoran dari pemegang saham untuk penambahan modal. Yang kedua, melalui penjualan sukuk subdebt. Nilainya bisa Rp1 triliun yang akan menambah CAR 4-5 persen. Saat ini CAR sekitar 12 persen.
Tahun ini memang rencananya mau listing. Kami sudah perusahaan publik, tapi belum listing saja. Tujuannya, agar nilai perusahaan lebih terukur. Itu juga memudahkan pemegang saham jika akan menjual saham. Pemilik saham Bank Muamalat 800 ribu orang. Tidak tahu, mungkin kami juga bisa menambah modal melalui rights issue.
Ada rencana investor baru untuk akusisi?
Dulu memang ada wacana pemegang saham melepas kepemilikan sahamnya ke investor baru. Pemegang saham itu Islamic Development (IDB), Boubyan Bank Kuwait, dan Saudi Arabian Atwil Holding Limited, dari Timur Tengah, yang ingin melepas Mualamat karena pertimbangan kebutuhan mereka.
Sedangkan Boubyan Bank ini mau konsentrasi bisnis di Kuwait jadi semua kepemilikan saham di luar Kuwait mau di jual semua termasuk di Muamalat. Sedangkan untuk IDB, ketentuan maksimal di Mualamat itu 20 persen dan sekarang sudah 32 persen. Kan mau tidak mau harus divestasi. Proses divestasi itu sudah berjalan bulan Febuari 2011, tapi dalam perjalanannya mereka membatalkan. Alasannya, tidak ada kesepakatan harga dengan calon pembeli.
Ada berapa banyak pembeli?
Ada beberapa tapi asing semua.
Kabarnya pengusaha Chairul Tanjung juga ingin membeli?
Chairul Tanjung enggak, karena jika lokal tidak mungkin karena nilai yang dijual US$300 juta dolar. Jika ada institusi bank yang mau ikut, tersandung ketentuan BMPK, yang mungkin Bank Mandiri pun tidak bisa masuk kecuali konsorsium. Kalau Chairul Tanjung tidak mungkin karena modal Bank Mega tidak sebesar itu.
Angka Rp5 triliun itu mencerminkan berapa persen saham Bank Muamalat?
67 persen. Tapi kalau mau 100 persen ya totalnya Rp6-7 triliun. Itu size yang besar, tidak mungkin dari lokal.
Anda insinyur teknik industri, bagaimana bisa menjadi bankir?
Saya di ITB 4,5 tahun. Saya masuk ke Astra, jadi kuli, memakai baju seragam hahaha. Gila ya kerja begini, pikir saya.
Lalu ada iklan di bank, saya melamar. Saya lalu test, baru ketahuan kerja di bank apa. Saya lalu masuk Bank Duta di Kebun Sirih tahun 1989.
Kemudian pada 1991 bank syariah mau mulai dikembangkan, saya diajak oleh teman. Saya masuk tahun 1991 akhir. Saya juga bingung bank ini bisa apa nggak? Tapi, sedikit banyak saya mengerti bisnisnya.
Saya ikut, ditraining ke Malaysia, belajar. Saya lihat di Malaysia mereka telah berkembang 10 tahun lebih dulu, pada 1982, dan bisa jalan. Kalau di sana bisa, di Indonesia pasti bisa. Pada 1992 diresmikan oleh Pak Harto, modal dikumpulkan dari pengusaha dan masyarakat. Dari situ saya masih di Muamalat sampai sekarang hampir 20 tahun.
Ilmu teknik industri Anda terpakai?
Tidak hahaha. Begini, mungkin sarjana teknik lebih rasional. Saya kan banyak menganalisis orang. Kalau orang eksakta pengambilan keputusan, melihat sesuatu, lebih cepet. Tapi pada ujungnya tergantung orangnya.
*Wawancara ini merupakan kerjasama dengan Ikatan Alumni Teknik Industri ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar